Sunday, March 30, 2014

LAMBANG BUNGA PROVINSI JAWA BARAT




Lambang Provinsi Jawa Barat
• Gemah Ripah Repeh Rapih, merupakan pepatah lama Sunda yang bermaksud menyatakan bahwa Jawa Barat adalah daerah yang kaya raya yang didiami oleh banyak penduduk yang rukun dan damai.
• Bentuk bulat telur pada lambang Jawa Barat berasal dari bentuk perisai yang banyak dipakai oleh para laskar kerajaan zaman dahulu.
• Kujang merupakan alat serba guna yang dikenal pada hampir setiap rumah tangga Sunda dan apabila perlu dapat juga digunakan sebagai alat penjaga diri dan lima lubang pada kujang tersebut melambangkan lima sila pada dasar negara Pancasila.
• Padi merupakan bahan makanan pokok masyarakat Jawa Barat sekaligus juga melambangkan pangan dan jumlah padi 17 menggambarkan hari tanggal 17 dari bulan Proklamasi.
• Kapas melambangkan sandang dan jumlah kapas 8 buah menyatakan bulan ke-8 dari tahun Proklamasi.
• Gunung, adalah lambang yang menunjukan bagian terbesar dari Jawa Barat berupa daerah pegunungan.
• Sungai dan Terusan melambangkan sungai, terusan dan saluran air yang banyak terdapat di Jawa Barat; Sawah dan Perkebunan; menyatakan luasnya lahan persawahan dan perkebunan (dibagian selatan dan tengah) di Jawa Barat.
• Dam, Saluran Air dan Bendungan kegiatan dibidang irigasi merupakan salah satu perhatian pokok mengingat Jawa Barat merupakan daerah agraris.
http://giangartan.wordpress.com/author/giangartan/

TOKOH WAYANG BATARA KALA

anak Batara Guru yang keberadaannya tidak direncanakan dan tak terduga. Ia terjadi dari kama benih (air mani) Batara Guru yang tidak tersalurkan secara semestinya, dan jatuh ke samudra. Begitu menurut cerita wayang Purwa. Ini terjadi ketika pada suatu saat Batara Guru bertamasya bersama istrinya, Dewi Uma, menunggang Lembu Andini mengarungi angkasa. Di atas Nusa Kambangan, dalam keindahan pemandangan senja hari, Batara Guru tergiur melihat betis istrinya. Ia lalu merayu Dewi Uma agar mau melayani hasratnya saat itu juga, di atas punggung Andini. Tetapi istrinya menolak. Selain karena malu, Dewi Uma menganggap perbuatan semacam itu tidak pantas dilakukan.

Karena gairah Batara Guru tak tertahankan lagi, akhimya jatuhlah kama benihnya ke samudra. Seketika itu juga air laut bergolak hebat. Benih kama Batara Guru menjelma menjadi makhluk yang mengerikan. Dengan cepat makluk itu tumbuh menjadi besar. la menyerang apa saja, melahap apa saja. Untuk meredakan kekalutan yang terjadi, Batara Guru memerintahkan beberapa orang dewa membasmi makhluk itu. Namun dewa-dewa itu tak ada yang mampu menghadapi makhluk itu. Mereka akhirnya bahkan lari pulang ke kahyangan. Makhluk ganas itu segera mengejar para dewa sampai ke Kahyangan Suralaya, tempat kediaman Batara Guru. Setelah berhadapan dengan Batara Guru makhluk itu menuntut penjelasan, ia anak siapa, untuk kemudian minta nama dari ayahnya. Batara Guru yang maklum keadaannya, segera memberi tahu bahwa makhluk itu adalah anaknya yang terjadi karena kama salah. Batara Guru memberinya nama Kala, dan mengangkatnya sederajat dengan dewa, sama dengan anak-anaknya yang lain. Dengan demikian, ia bergelar Batara Kala.

Setelah mendapat nama, Batara Kala lalu minta diberi istri dan tempat tinggal. Kebetulan, sesaat sebelumnya Batara Guru dan Dewi Uma baru saja bertengkar sehingga mereka saling mengutuk. Dewi Uma yang tadinya cantik jelita dikutuk menjadi raseksi (raksasa wanita) dan diberi nama Batari Durga. Maka Batari Durga lalu diperintahkan menjadi istri Batara Kala. Mereka diberi tempat di Kahyangan Setra Gandamayit, di telatah Hutan Krendawahana. Perkawinan ini kemudian membuahkan dua orang anak. Yang sulung bernama Kala Gotana berujud raksasa mengerikan, sedangkan anaknya yang kedua bernama Dewasrani yang tampan. Selain yang dua itu, dalam beberapa lakon carangan, mereka masih mempunyai beberapa anak lagi.

Karena Batara Kala makhluk yang amat rakus dan ganas, Batara Guru khawatir kalau-kalau manusia di bumi akan punah dimangsanya. Oleh sebab itu Batara Guru lalu berusaha mengurangi kerakusan anaknya itu. Sebagai ayahnya, Batara Guru minta agar Batara Kala mendekat dan sungkem (berjongkok dan menyembah) di hadapannya. Batara Kala melaksanakan permintaan ayahnya itu. Namun ketika sampai ke dekat Batara Guru, pemuka dewa itu tiba-tiba memotong kedua taring dan lidah Batara Kala yang mengandung bisa.

Oleh Batara Guru, potongan lidah Batara Kala kemudian dicipta menjadi senjata ampuh berupa anak panah dan diberi nama Pasupati. Anak panah ini kelak menjadi milik Arjuna.
Sedangkan taring kirinya menjadi keris bernama Kaladite, yang kemudian menjadi milik Adipati Karna.
Potongan taring kanan Batara Kala dicipta menjadi keris yang diberi nama Kalanadah. Keris ampuh ini kelak akan dianugerahkan kepada Arjuna, kemudian Arjuna memberikannya kepada Gatotkaca sebagai kancing gelung.

Batara Guru juga memberi ketentuan, hanya anak sukerta saja yang boleh dimangsa Batara Kala. Namun anak sukerta itu pun tidak boleh dimangsa, bilamana si anak telah diruwat oleh orang tuanya.
Daftar anak yang tergolong sukerta (sebagian)
1. Ontang-anting, naak tungal, baik lelaki maupun perempuan.
2. Kedana-kedini, dua bersaudara, yang satu lelaki yang satu perempuan.
3. Uger-uger, dua bersaudara, lelaki semua.
4. Lumunting, anak yang lahir tanpa ari-ari.
5. Sendang kapit pancuran, tiga anak yang sulung laki-laki, yang tengah perempuan, dan yang bungsu laki-laki.
6. Pancuran kapit sendang, kebalikan dari nomor 4.
7. Kembang sepasang, dua perempuan semua.
8. Sarimpi, empat orang perempuan semua.
9. Pandawa, lima orang lelaki semua.
10. Pandawi, lima orang perempuan semua.
11. Pandawa ipil-ipil, lima anak, empat perempuan, yang bungsu lelaki.
Dan masih banyak lagi.

Batara Kala, sebagaimana halnya golongan dewa dalam pewayangan lainnya, tidak pernah mati. Pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri, Batara Kala yang menjelma di dunia sebagai Prabu Yaksadewa, membunuh Anoman. Pada Wayang Bali, Batara Kala menjadi repertoar satu-satunya dalam pergelaran Wayang Sapuh Leger, kalau di Pulau Jawa, lakon Murwakala.

Kisah Batara Kala dalam Wayang Bali adalah sebagai berikut:
Sang Hyang Caturbuja (Batara Guru atau Batara Siwa) mempunyai dua anak, yaitu Batara Kala dan Hyang Rare Kumara. Ujud mereka sangat berbeda satu sama lain. Batara Kala berujud raksasa tinggi besar mengerikan. Sedang Rare Kumara sangat tampan. Mereka lahir pada weton dan wuku yang sama, yakni wuku Wayang. Karena merasa iri dengan ketampanan adiknya. Batara Kala berniat hendak memusnahkannya dengan cara memangsanya. Batara Guru mencegah, tetapi Kala tetap pada niatnya. Akhirnya Batara Guru hanya dapat menundanya, minta agar Batara Kala memangsa adiknya, kelak jika Rare Kumara telah berumur tujuh tahun.

Kemudian, agar maksud Batara Kala jangan sampai terlaksana, Batara Guru menjatuhkan kutuk pastu, Rare Kumara akan tetap kecil, tidak pernah tumbuh besar selama-lamanya. Maksudnya, agar keadaan Rare Kumara yang tetap menjadi balita selamanya itu, akan membuat Batara Kala membatalkan niatnya. Tetapi, tujuh tahun kemudian Batara Kala tetap hendak melaksanakan niatnya memangsa adiknya. Batara Guru terpaksa mencari akal lagi untuk menyelamatkan Rare Kumara. Disuruhnya Rare Kumara turun ke dunia, mengungsi ke Kerajaan Kertanegara. Batara Kala juga tidak tinggal diam. la juga turun ke dunia memburu adiknya. Dengan menggunakan indra penciumannya yang amat peka, ia selalu dapat membuntuti adiknya. Di suatu senja (sande kala — Bhs. Bali), Batara Kala menanti Rare Kumara yang diperkirakan akan lewat di situ. Ternyata yang ditunggu tidak juga muncul. Saat itu, Batara Kala melihat dua orang yang sedang bertengkar di tengah jalan. Karena kesal, Batara Kala memangsa kedua orang itu.

Pengejaran terus berlangsung. Tetapi, setiap kali kepergok, Rare Kumara selalu dapat meloloskan diri, dengan berbagai muslihat. Antara lain, Rare Kumara menyelinap dalam rumpun bambu, bersembunyi dalam timbunan kayu bakar yang tidak diikat, lolos melalui tungku perapian. Setiap kali Batara Kala kecewa dalam pengejaran Rare Kumara, ia mengutuk setiap orang yang ceroboh dan menyebabkan Rare Kumara bisa lolos. Kepada Maya Sura, raja di Kertanegara, Rare Kumara minta perlindungan. Raja itu menyanggupinya. Seluruh bala tentaranya dikerahkan untuk menghalangi Batara Kala, namun semua sia-sia. Akhirnya Rare Kumara terpojok, dan Batara Kala langsung menelannya.

Pada saat itu, Batara Guru dan Batari Uma, istrinya, datang. Mereka segera menyuruh Batara Kala memuntahkan adiknya. Kala memuntahkan kembali adiknya, tetapi sesaat kemudian ia berubah pikiran, hendak memangsa lagi, sekaligus dengan kedua orang tuanya. Alasannya karena Batara Guru dan Batari Uma datang tepat tengah hari. Batara Guru tidak menentang kehendak Kala, tetapi sebelum Kala memangsanya, ia minta agar Kala menjawab dulu teka-tekinya: "Asta pada sad lungayan catur puto dwi purusa bagha eka egul trinabi sad karna dwi srenggi gopa-gopa sapta locanam ...." Teka teki itu dimaksudkan untuk mengulur waktu.

Karena terlalu lama berpikir mencari jawab atas teka-teki itu, matahari pun menggelicir ke barat. Maka karena itu, hilanglah hak Batara Kala untuk memangsa Batara Guru clan Batari Uma, karena waktu telah lewat tengah hari. Hal ini membuat Batara Kala kesal sekali. Kekesalan Batara Kala ditimpakan kepada pohon kelapa. Dikutuknya pohon itu, sehingga tidak ada pohon kelapa yang tegak lagi. Semua pohon kelapa akan selalu tumbuh melengkung.

Pada malam hari, pelarian Rare Kumara sampai ke tempat pertunjukan wayang. Ki Dalang memberikan perlindungan dengan menyembunyikannya di resonator gender. Ketika Kala datang, karena sudah terlalu lapar. Batara Kala memakan sesajen dalang yang ada di situ. Ki Dalang menegurnya, dan Kala yang merasa bersalah, mengganti sesaji yang telah dimakannya itu dengan mantra Sakti yang dapat menangkal semua hal buruk yang akan menimpa makhluk hidup yang leged atau sukerta. Ki Dalang pun bersepakat dengan Batara Kala, akan mengganti anak yang lahir pada wuku Wayang yang seharusnya dimangsa Batara Kala, dengan sesaji khusus. Setelah bebas dari kejaran Batara Kala, Rare Kumara kembali ke kahyangan, berkumpul dengan ayah ibunya.
http://blvckshadow.blogspot.com/2010/03/batara-kala.html

TOKO PAHLAWAN BUNG TOMO



Bung Tomo / Sutomo


Sutomo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920 – meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun) lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.

Masa muda
Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat. Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.

Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.

Perjuangan

Sutomo pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses. Kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Ketika ia terpilih pada 1944 untuk menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia. Namun semua ini mempersiapkan Sutomo untuk peranannya yang sangat penting, ketika pada Oktober dan November 1945, ia berusaha membangkitkan semangat rakyat sementara Surabaya diserang habis-habisan oleh tentara-tentara NICA. Sutomo terutama sekali dikenang karena seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radionya yang penuh dengan emosi, "Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!"

Meskipun Indonesia kalah dalam pertempuran 10 November itu, kejadian ini tetap dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Indonesia.

Setelah kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia, Sutomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian menghilang dari panggung politik. Pada akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.

Padahal, berbagai jabatan kenegaraan penting pernah disandang Bung Tomo. Ia pernah menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Bung Tomo juga tercatat sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia.

Namun pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto sehinga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras. Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Suharto. Meskipun semangatnya tidak hancur di dalam penjara, Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal.

Ia masih tetap berminat terhadap masalah-masalah politik, namun ia tidak pernah mengangkat-angkat peranannya di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia sangat dekat dengan keluarga dan anak-anaknya, dan ia berusaha keras agar kelima anaknya berhasil dalam pendidikannya.

Sutomo sangat bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya, namun tidak menganggap dirinya sebagai seorang Muslim saleh, ataupun calon pembaharu dalam agama. Pada 7 Oktober 1981 ia meninggal dunia di Padang Arafah, ketika sedang menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.

Gelar Pahlawan Nasional
Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai Golkar (FPG) agar memberikan gelar pahlawan kepada Bung tomo pada 9 November 2007. Akhirnya gelar pahlawan nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.

KEMBALIKAN RENDANG KE INDONESIA!



Makanan asli Padang ini sudah tidak diragukan lagi kenikmatannya. Rendang menjadi salah satu dari sepuluh makanan paling enak di dunia versi CNNGo. Makanan ini sudah tembus ke benua Eropa dan seluruh belahan bumi lainnya. Namun, yang menembus ke Eropa tersebut adalah rendang buatan Malaysia. Lho apa bedanya dengan rendang Indonesia? Ternyata, rasa rendang Indonesia dengan Malaysia itu beda. “Kalau bicara rendang, ya rendang asli cuma di Indonesia. Kalau versi Malaysia , diolahnya cenderung setengah matang,” ucap pecinta kuliner Bondan Winarno, awal tahun ini.
Ya, tahun kemarin, Malaysia telah mengklaim rendang adalah budaya warisannya. Untuk beberapa kalinya, negara tetangga itu membuat geram masyarakat Indonesia. Pemerintah pun menghimbau agar kita tidak langsung ribut, lebih baik segera mematenkan rendang melalui United Nations Education Social and Cultural Organization (UNESCO).
“Rendang menyusul setelah tari Saman, tari Bali, TMII, dan Noven (tas asli Papu), yang akan disyahkan 22 November 2011 nanti di Bali,” kata Menbudpar Jero Wacik di Jakarta, Selasa (13/9/2011) kemarin.
http://uniknya.com/2012/06/5-budaya-indonesia-yang-diklaim-malaysia-bagian-i/